Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pendampingan Desa

Modul TOT Pendampingan Desa

Tim Penyusun: Wahjudin Sumpeno, Soetoro Eko, I Made Budi Astawa, I Nyoman Oka, Ludiro Prajoko, John Odhius, Wahyudin Kessa, Nurahman Joko Wiranu, Suhirman, Sadwanto Purnomo, Sultonulhuda, M. Arwani, Sukoyo, Silah, Moch. Achlis Udin, Ade Siti Barokah, Yasir Sani, M. Zaini Mustakim, Anom Surya Putra.

Cover dan Layout : Wahjudin Sumpeno

Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendesa

Tebal: xvii; 149 Halaman

Cetakan: 2015

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) telah mengembangkan modul pelatihan bagi pelatih penyegaran pendamping teknis kabupaten melalui serangkaian kajian kebutuhan pelatihan dengan melibatkan pemangku kepentingan lain baik kalangan praktisi, aktivis, akademisi dan peneliti. Sesuai hasil analisis kebutuhan pelatihan menunjukkan bahwa kondisi pendamping desa menunjukkan tingkat pemahaman yang berbeda tentang kebijakan pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan implementasi Undang-Undang Desa sesuai dengan latar belakang, karakteristik wilayah, dan kondisi sosial yang ada.

Modul pelatihan ini dimaksudkan untuk memandu pelatih dalam memfasilitasi proses pelatihan di tingkat kabupaten terkait apa, mengapa dan bagaimana kebijakan pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan sekaligus memberikan pengalaman dan keterampilan praktis yang dibutuhkan dalam memfasilitasi implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Oleh karena, kebutuhan pengembangan kurikulum dan modul pelatihan sebagai panduan (tools) bagi pendamping desa dan penyelenggara pelatihan sangat penting, terutama untuk mensosialisasikan materi (substansi) kebijakan dan meningkatkan kapasitas pendamping sesuai dengan visi dan semangat Undang-Undang Desa.

Modul pelatihan ini dikembangkan untuk memberikan panduan dalam penyelenggaraan pelatihan bagi pelatih penyegaran Pendamping Teknis Kabupaten dalam rangka Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan Implementasi Undang-Undang Desa. Secara khusus modul pelatihan ini bertujuan; (a) Menyamakan persepsi dan konsep peningkatan kapasitas Pendamping Teknis Kabupaten dalam Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan persiapan pendampingan Undang-Undang Desa; (b) Mengkoordinasikan materi, modul dan metode pelaksanaan pelatihan bagi pelatih dalam mengelola pelatihan penyegaran bagi Pendamping Teknis Kabupaten; (c) Melakukan pembagian tugas dan pelaksanaan pelatihan penyegaran pendamping desa yang akan dilaksanakan di wilayah kerja masing-masing; (d) Menyusun Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) Pelaksanaan Pelatihan Penyegaran Pendamping Desa.

Modul pelatihan ini ditujukan bagi tenaga pelatih pusat (Master of Trainers) yang akan memfasilitasi pelatihan penyegaran bagi pendamping teknis kabupaten. Harapan lain melalui modul pelatihan ini dapat memberikan kontribusi bagi para penggerak pembangunan agar mampu memfasilitasi dan menyelenggarakan pelatihan sederhana sesuai keterampilan yang dimilikinya. Bahkan beberapa komunitas dan organisasi lain mendapatkan manfaat dari modul pelatihan ini terutama untuk melatih para pendamping desa. Diharapkan Modul pelatihan ini dapat dibaca pula oleh kalangan yang lebih luas baik pemerintah, kelompok masyarakat, lembaga pendidikan, pusat pelatihan, LSM, serta lembaga lain yang memberikan perhatian dalam implementasi Undang-Undang Desa.

Download: Modul TOT Panduan Pelatih Pendampingan Desa Kemendesa PDTT

Modul Pelatihan Community Development (Mengintegrasikan Program CSR dalam Pembangunan Daerah dan Desa)

Cover Modul CSR

Penulis: Wahjudin Sumpeno

Cover dan Layout: Wahjudin Sumpeno

Publikasi: READ Indonesia

Tebal: xi; 403 Halaman

Cetakan: Juni 2019

Harga ebook (PDF); Rp. 125.000,-

Modul pelatihan ini dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dalam menyelenggarakan pelatihan dan bimbingan teknis dalam mengelola program CSR terkait pengembangan masyarakat. Modul ini disusun dengan maksud memberikan pemahaman dan keterampilan bagi para pemangku kepentingan baik masyarakat, pemerintah, perusahaan dan lembaga lainnya dalam mengintegrasikan program CSR dalam mendukung arah kebijakan dan prioritas pembangunan daerah dan desa. Panduan ini ditujukan untuk membantu perusahaan dalam memfasilitasi penyusunan program CSR terkait pengembangan masyarakat yang sesuai dinamika perkembangan dan karakteristik wilayah terdampak operasi serta selaras dengan arah kebijakan pembangunan daerah.

Secara khusus, tujuan disusunnya modul pelatihan ini, yaitu: (1) Meningkatkan kapasitas pengelola program CSR (staf, pendamping dan mitra kerja) dalam pengembangan masyarakat; (2) Meningkatnya kualitas proses, kinerja dan keluaran program CSR terkait pengembangan masyarakat; (3) Mensinergikan program CSR dengan kebijakan pembangunan daerah dan desa; (4) Meningkatkan efektivitas peran, fungsi dan keterlibatan pemangku kepentingan baik pemerintah (OPD)\dan organisasi masyarakat sipil dalam proses penyusunan program CSR; (5) Mendorong efektifitas, efisiensi dan optimalisasi sumber daya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat di wilayah terdampak operasi perusahaan.

Modul ini terdiri dari 6 bagian dengan 20 modul sebagai berikut:

  1. Konsep Dasar Corporate Social Responsibility (CSR)
  2. Standar Internasional dan Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR)
  3. Konsep Pengembangan Masyarakat
  4. Proses dan Mekanisme Pengembangan Masyarakat
  5. Memahami Keberdayaan Masyarakat
  6. Strategi Pengembangan Masyarakat
  7. Kajian Profil Wilayah Terdampak Operasi Perusahaan
  8. Identifikasi Potensi dan Permasalahan
  9. Identifikasi dan Pemetaan Pemangku Kepentingan
  10. Merumuskan Isu-Isu Strategis Pengembangan Masyarakat
  11. Merumuskan Program dan Kegiatan Masyarakat
  12. Fasilitasi Penyusunan Usulan Kegiatan Masyarakat
  13. Fasilitasi Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan Masyarakat
  14. Penyelarasan Program CSR dalam Rencana Pembangunan Daerah
  15. Penyelarasan Program CSR dalam Rencana Pembangunan Desa
  16. Pengintegrasian Program CSR dalam Musrenbang
  17. Konsep dan Mekanisme Pendanaan CSR untuk Pengembangan Masyarakat
  18. Tatacara Pendanaan Kegiatan Pengembangan Masyarakat
  19. Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Masyarakat
  20. Pelaporan Pengembangan Masyarakat

Modul ini dilengkapi dengan formulir administrasi dan dokumentasi kegiatan yang diperlukan bagi perusahan dalam membantu pengelolaan program CSR terkait pengembangan masyarakat di wilayah operasi secara berjenjang dari tingkat komunitas, desa, kecamatan hingga kabupaten/kota. Diharapkan modul ini dapat membantu pengguna dalam mempelajari secara sederhana dan menerapkan berbagai perangkat analisis (tools of analysis) dan manajemen program dalam setiap pentahapan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan regulasi, kebutuhan masyarakat dan kondisi lokal.

Bagi yang berminat untuk mendapatkan buku dan ebook (PDF) Anda dapat menghubungi: WA: 087735522421

Modul Pelatihan Konvergensi Program Percepatan dan Pencegahan Stunting di Daerah

Cover Stunting

Penulis: Wahjudin Sumpeno
Cover dan Layout: Wahjudin Sumpeno

Publikasi: READ Indonesia

Tebal: xiii; 188 Halaman

Cetakan: Mei 2019

Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi terhambatnya tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya (TNP2K, 2018).

Modul Pelatihan ini disusun untuk mendukung upaya pemerintah dalam upaya pelaksanaan konvergensi program percepatan pencegahan stunting di Indonesia. Secara terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Sejalan dengan inisiatif Percepatan Penurunan Stunting, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK. Disamping itu, indikator dan target penurunan stunting telah dimasukkan sebagai sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2017-2019.

Modul pelatihan ini diharapkan dapat mendukung terintegrasinya pelaksanaan intervensi penurunan stunting di tingkat kabupaten/kota. Modul pelatihan ini disusun sebagai panduan bagi pelaku di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam melaksanakan delapan aksi integrasi yang akan memperkuat efektivitas intervensi penurunan stunting mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

Modul ini terdiri dari 15 topik atau modul yang dapat membantu pelatih, fasilitator, pendamping, widyaiswara, instruktur dan penyelenggara pelatihan dalam memfasilitasi pelaku di daerah terkait upaya pencegahan stunting secara terpadu.

Pokok Bahasan 1: Konteks dan Kebijakan Konvergensi Percepatan Pencegahan Stunting

  • Modul 1: Definisi dan Konteks Stunting di Indonesia
  • Modul 2: Konvergensi Percepatan Pencegahan Stunting
  • Modul 3: Kebijakan Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia

Pokok Bahasan 2: Peran Pelaku Daerah dan Kerangka Kerja Konvergensi Percepatan Pencegahan Stunting

  • Modul 4: Peran Pemerintah Daerah dalam Konvergensi Program Percepatan Pencegahan Stunting
  • Modul 5: Kerangka Kerja Konvergensi Program Percepatan Pencegahan Stunting

Pokok Bahasan 3: Perencanaan dan Penganggaran

  • Modul 6: Analisis Situasi (Aksi #1)
  • Modul 7: Penyusunan Rencana Kegiatan (Aksi #2)
  • Modul 8: Rembug Stunting (Aksi #3)

Pokok Bahasan 4: Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

  • Modul 9: Penetapan Peraturan Bupati/Walikota tentang Peran Desa (Aksi #4)
  • Modul 10: Pembinaan Kader Pembangunan Manusia (Aksi #5)

Pokok Bahasan 5: Pemantauan dan Evaluasi

  • Modul 11: Sistem Manajemen Data (Aksi #6)
  • Modul 12: Pengukuran dan Publikasi Data Stunting (Aksi#7)
  • Modul 13: Reviu Kinerja Tahunan (Aksi #8)

Pokok Bahasan 6: Evaluasi Pelatihan dan Rencana Kerja Tindak Lanjut

  • Modul 14: Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan
  • Modul 15: Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)

Bagi yang berminat dapat menghubungi penulis:

WA: 087735522421

Panduan Perencanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Perusahaan Mineral dan Batubara

Cover PPMPenulis: Wahjudin Sumpeno

Cover & Layout: Wahjudin Sumpeno

Publikasi: READ Indonesia

Tebal: xiv; 149 Halaman

Cetakan: Maret 2019

Harga ebook (PDF); Rp. 100.000,-

Sejak di keluarkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, maka setiap Badan Usaha Pertambangan diwajibkan untuk menyusun dan memiliki Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Peraturan ini, kemudian diperjelas secara lebih operasional melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 1824 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Kepmen ini memuat dua point utama, yaitu Pedoman Penyusunan Cetak Biru (Blue Print) dan Pedoman Penyusunan Rencana Induk PPM. Dengan keluarnya pedoman ini, diharapkan Badan Usaha Pertambangan memiliki acuan dan kerangka kerja yang jelas dalam penyusunannya, sehingga program PPM yang dijalankan bisa lebih terukur, terarah, tepat guna dan tepat sasaran.

Buku ini disusun mengacu pada peraturan tersebut dan pengalaman dalam memfasilitasi penyusunan rencana pengelolaan sosial dibeberapa perusahaan tambang di Indonesia. Buku ini terdiri dari 10 Bab yang menjelaskan;

  1. Latar Belakang dan Ruang Lingkup PPM;
  2. Pemahaman Dasar Perencanaan;
  3. Cetak Biru (Blue Print) PPM;
  4. Rencana Induk PPM;
  5. Pemetaan Sosial (social mapping);
  6. Kajian Profil Wilayah Operasi Perusahaan;
  7. Konsultasi Pemangku Kepentingan;
  8. Roadmap dan Program Strategis PPM;
  9. Program PPM Tahunan;
  10. Menetapkan Kriteria Keberhasilan PPM.

Diharapkan buku ini dapat membantu pemerintah, perusahaan, profesional, pendamping, fasilitator, penggiat dan pemerhati CSR serta pemangku kepenitingan lain dalam memfasilitasi penyusunan Cetak Biru (Blue Print) dan Rencana Induk PPM sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan mempertimbangkan kondisi lokal dan dinamika perubahan. Disamping itu, pengguna buku ini akan diberikan panduan dalam mengembangkan program pengelolaan sosial perusahaan sekaligus memberi informasi tentang alternatif program dan kegiatan yang adaptif dan aplikatif yang dapat dipilih oleh perusahaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan core competence perusahaan masing-masing.

Bagi yang berminat untuk berkonsultasi dalam menyusun Cetak Biru (Blue Print) dan Rencana Induk PPM dapat menghubungi penulis:

WA: 087735522421

Modul Pelatihan Pendamping Desa Teknik Infrastruktur

pdtiPENGARAH: Eko Putro Sanjoyo (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)

PENANGGUNG JAWAB: Ahmad Erani Yustika (Dirjen, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa)

TIM PENULIS: Wahjudin Sumpeno, Octaviera Herawati, Sunendar, Muflihun, Ichsan Hadjar, Yohanes Susilo.

REVIEWER: Taufik Madjid, Muhammad Fachry, Yosep Lucky, Sukoyo

COVER & LAYOUT: Wahjudin Sumpeno

Cetakan Pertama, September 2016

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mencoba melakukan inisiatif untuk menyusun modul pelatihan pratugas PD-TI melalui serangkaian kajian kebutuhan pelatihan dan lokakarya dengan melibatkan pemangku kepentingan lain baik kalangan praktisi, aktivis, akademisi dan peneliti. Sebagaimana diketahui, hasil analisis kebutuhan pelatihan menunjukkan bahwa PD-TI merupakan tenaga professional yang baru direkrut dan akan ditempatkan dengan latar belakang pengalaman, karakteristik wilayah, dan kondisi sosial yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan sebuah panduan pelatihan standar bagi PD-TI yang mampu mempersiapkan kompetensinya sesuai tugas dan tanggung jawabnya dalam memfasilitasi Pemerintah Desa melalui strategi pendampingan dengan tema penting yang sesuai dengan regulasi dan kebutuhan sarana prasarana di lapangan.

Modul pelatihan ini telah mengalami berbagai perubahan melalui proses perancangan, konsultasi, lokakarya, uji coba-revisi dan masukan dari berbagai pihak bahkan langsung dari pendamping desa dalam menjalankan tugasnya di lapangan. Hasil pelatihan awal akan memberikan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan modul ini. Oleh karena itu modul pelatihan ini dapat diibaratkan sebagai buku berjalan yang memberikan peluang bagi pembaca atau pengguna dalam memberikan warna dan penyesuaian sesuai dengan kaidah pembelajaran dan kebutuhan.

Modul pelatihan disusun berdasarkan kajian terhadap kurikulum sebagai kerangka acuan bagi pengelola dalam penyelenggaraan pelatihan pratugas bagi Pendamping Desa dalam melaksanakan tugas PD-TI dalam rangka implementasi Undang-Undang Desa Tahun Anggaran 2016. Secara umum cakupan tugas PD-TI mencakup peningkatan kapasitas tenaga Kader Teknis di Desa dalam rangka pembangunan dan pemeliharaan sarana prasaraa dan lingkungan Desa berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia.

Download: Modul Pelatihan Pendamping Desa Teknis 2016

 

Modul Pelatihan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM)

tapm

PENGARAH: Eko Putro Sanjoyo (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)

PENANGGUNG JAWAB: Ahmad Erani Yustika (Dirjen, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa)

TIM PENULIS: Wahjudin Sumpeno, Arief Setiabudhi, Wahyudin Kessa, Nur Kholis, Murtodo, Ismail A. Zainuri, Muhammad Sodik, Muflikhun, Borni Kurniawan, Sutardjo, Kurniawan, Nurudin, Dwinda, Dwi W. Hadiwijono.

REVIEWER: Taufik Madjid, Muhammad Fachry, Yosep Lucky, Sukoyo

COVER & LAYOUT: Wahjudin Sumpeno

Tebal: xxxvii; 519 halaman

Cetakan Pertama, Agustus 2016

Modul Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pendamping Desa (TAPM) merupakan salah satu bahan pelatihan bagi tenaga pendamping profesional yang akan bertugas atau ditempatkan di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka mendampingi pelaksanaan Undang-Undang Desa. Secara khusus, modul pelatihan ini disusun sebagai acuan bagi pelatih dalam memfasilitasi kegiatan pelatihan bagi TAPM dalam pelaksanaan Undang-Undang Desa. Pelatihan pratugas TAPM bebertujuan membantu memahami kebijakan terkait pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari mandat Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa PDTT dan mendukung pelaksanaan Undang-undang Desa. Modul ini secara khusus membantu dalam mendorong peningkatan kapasitas pendamping teknis di kabupaten/Kota dalam melakukan transformasi tentang strategi dasar dalam mendorong kemandirian Desa melalui pendekatan Tri-Matra yaitu: (1) penguatan kapasitas masyarakat Desa melalui peningkatan pengetahuan lokal desa khususnya untuk perluasan akses masyarakat terhadap layanan dasar (jaring komunitas wiradesa); (2) percepatan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui penguatan kepemilkan aset produktif oleh komunitas Desa (lumbung ekonomi desa); (3) Reinternalisasi dan revitalisasi budaya Desa sebagai modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif di Desa (lingkar budaya desa). Modul pelatihan ini, memberikan panduan dalam penyelenggaraan pelatihan TAPM melalui serangkaian kegiatan pembelajaran, penggalian gagasan, pengalaman dan keterampilan praktis yang dibutuhkan dalam memfasilitasi pelaksanaan Undang-Undang Desa.

DownloadModul Pelatihan Tenaga Ahli Pendamping Desa 2016

Modul Pelatihan Penyegaran Pendampingan Desa

Cover Modul Pendampingan Desa 1 Lembar InformasiTim Penyusun: Sutoro  Eko, Wahjudin Sumpeno, I Made Budi Astawa, I Nyoman Oka, Ludiro Prajoko, John Odhius, Wahyudin Kessa, Nurahman Joko Wiranu, Suhirman, Sadwanto Purnomo, Sultonulhuda, M. Arwani, Sukoyo, Silah, Moch. Achlis Udin, Ade Siti Barokah, Yasir Sani, M. Zaini Mustakim, Anom Surya Putra.

Reviewer : Eko Sri Haryanto, Bito Wikantosa, Bambang Soetono

Cover dan Layout : Wahjudin Sumpeno

Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendesa

Tebal: xxiv; Buku 1: 152 Halaman; Buku 2: 336 Halaman

Cetakan: 2015

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) telah mengembangkan modul pelatihan penyegaran pendamping desa yang disusun berdasarkan kajian kebutuhan pelatihan dengan melibatkan pemangku kepentingan baik kalangan praktisi, aktivis, akademisi dan peneliti. Dalam modul pelatihan ini, pengguna akan dipandu memahami apa, mengapa dan bagaimana kebijakan pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan sekaligus memberikan pengalaman dan keterampilan praktis yang dibutuhkan dalam memfasilitasi implementasi Undang-Undang Desa. Oleh karena, kebutuhan pengembangan kurikulum dan modul pelatihan sebagai panduan (tools) bagi pendamping desa dan penyelenggara pelatihan sangat penting, terutama untuk mensosialisasikan materi (substansi) kebijakan dan meningkatkan kapasitas pendamping sesuai dengan visi dan semangat Undang-Undang Desa

Modul pelatihan ini dikembangkan untuk memberikan panduan dalam penyelengaraan pelatihan penyegaran bagi pendamping desa dalam rangka Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan Implementasi Undang-Undang Desa. Secara khusus modul pelatihan ini bertujuan; (a) Menyamakan persepsi dan konsep peningkatan kapasitas pendamping dalam Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan persiapan pendampingan Undang-Undang Desa; (b) Mengkoordinasikan materi, modul dan metode pelaksanaan pelatihan penyegaran pendamping desa; (c) Melakukan pembagian tugas dan pelaksanaan pelatihan penyegaran pendamping desa di masing-masing wilayah; (d) Menyusun Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) pelaksanaan pelatihan penyegaran pendamping desa.

Modul pelatihan ini tidak menguraikan materi pelatihan secara spesifik untuk kasus tertentu tetapi lebih mengarah pada refleksi pengalaman yang dilengkapi penjelasan teoritis dan praktis yang lebih menonjolkan kebermanfaatan dan keterpaduan dengan situasi yang dihadapi oleh para pelaku khususnya pendamping desa yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat. Modul pelatihan ini disusun tidak dimaksudkan sebagai kitab yang berisi teori dan eksplanasi metodologis yang biasa dikaji dalam buku-buku atau panduan akademis lainnya.

Harapan lain melalui modul pelatihan ini dapat memberikan kontribusi bagi para penggerak pembangunan agar mampu memfasilitasi dan menyelenggarakan pelatihan sederhana sesuai keterampilan yang dimilikinya. Bahkan beberapa komunitas dan organisasi lain mendapatkan manfaat dari modul pelatihan ini terutama untuk melatih para pendamping desa. Diharapkan Modul pelatihan ini dapat dibaca pula oleh kalangan yang lebih luas baik pemerintah, kelompok masyarakat, lembaga pendidikan, pusat pelatihan, LSM, serta lembaga lain yang memberikan perhatian dalam implementasi Undang-Undang Desa.

Download: Modul 1 Panduan Pelatih Pendampingan Desa Kemendesa PDTT

Download: Modul 2 Bahan Bacaan Pelatihan Pendampingan Desa Kemendesa PDTT

Teori Pemangku Kepentingan

Istilah ‘Stakeholders’ atau dinamakan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. Pemangku kepentingan adalah seseorang, organisasi atau kelompok dengan kepentingan terhadap suatu sumberdaya alam tertentu (Brown et al 2001). Stakeholder is a person who has something to gain or lose through the outcomes of a planning process, programme or project (Dialogue by Design 2008). Pemangku kepentingan mencakup semua pihak yang terkait dalam pengelolaan terhadap sumberdaya. Menurut Witold Henisz guru besar pada Sekolah Bisnis Wharton, termasuk semua orang dari politisi lokal dan nasional dan tokoh atau pemimpin masyarakat, penguasa, kelompok paramiliter, LSM dan badan-badan internasional. Dalam konteks perusahaan, Clarkson (dalam artikel tahun 1994) memberikan definisi pemangku kepentingan secara lebih khusus sebagai suatu kelompok atau individu yang menanggung suatu jenis risiko baik karena mereka telah melakukan investasi (material ataupun manusia) di perusahaan tersebut (‘Stakeholders sukarela’), ataupun karena mereka menghadapi risiko akibat kegiatan perusahaan tersebut (‘Stakeholders non-sukarela’). Berdasarkan pandangan tersebut pemangku kepentingan adalah pihak yang akan dipengaruhi secara langsung oleh keputusan dan strategi perusahaan.

Dalam Bussiness Dictionary, pemangku kepentingan didefinisikan kelompok atau organisasi yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dalam sebuah organisasi karena dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan organisasi, tujuan, dan kebijakan. Meskipun para pelaku biasanya melegitimasi dirinya sebagai stakeholder, tetapi semua pemangku kepentingan tidak sama dan memiliki kedudukan yang berbeda. Misalnya, pelanggan perusahaan berhak untuk praktek perdagangan yang adil tetapi mereka tidak berhak untuk mendapat pertimbangan yang sama sebagai karyawan perusahaan. Pemangku kepentingan kunci lain dalam organisasi bisnis diantaranya kreditor, pelanggan, direksi, karyawan, pemerintah (dan badan-badannya), pemilik (pemegang saham), pemasok, serikat pekerja, dan masyarakat dari mana bisnis menarik sumber daya yang dimiliki.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemangku kepentingan adalah seluruh pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang menjadi fokus kajian atau perhatian. Misalnya terkait isu perikanan, maka makna pemangku kepentingan sebagai parapihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya. Seorang pemangku kepentingan adalah seseorang yang mempunyai sesuatu yang dapat iaperoleh at au akan kehilangan akibat dari sebuah proses perencanaan atau proyek. Dalam banyak siklus, mereka disebut sebagai kelompok kepentingan, dan mereka bisa mempunyai posisi yang kuat dalam menentukan hasil suatu proses politik. Seringkali akan sangat bermanfaat bagi proyek penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dan kepedulian berbagai pemangku kepentingan, terutama jika proyek diracang bertujuan mempengaruhi kebijakan (Start & Hovland dalam http://www.smeru.or.id/).

Beberapa istilah penting dalam kerangka definisi pemangku kepentingan, diantaranya;

Stakeholder Engagement is the process of effectively eliciting stakeholders’ views on their relationship with the organisation/programme/project (Friedman and Miles 2006).
Stakeholder Analysis is a technique used to identify and assess the influence and importance of key people, groups of people, or organisations that may significantly impact the success of your activity or project (Friedman and Miles 2006).
Stakeholder Management is essentially stakeholder relationship management as it is the relationship and not the actual stakeholder groups that are managed (Friedman and Miles 2006).

Tipologi Pemangku Kepentingan
Secara umum pemangku kepentingan dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: Pertama, pemangku kepentingan primer atau ‘key stakeholder’ adalah mereka yang pada akhirnya terpengaruh, baik secara positif atau negatif oleh tindakan organisasi. Kedua, Pemangku kepentingan sekunder: adalah ‘perantara’, yaitu, orang atau organisasi yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh tindakan organisasi. Hal yang sama diungkapkan oleh Clarkson yang membagi pemangku kepentingan menjadi dua. Pemangku kepentingan primer adalah ‘pihak di mana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya adalah pemegang saham, investor, pekerja, pelanggan, dan pemasok. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pemangku kepentingan primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Sementara, pemangku kepentingan sekunder didefinisikan sebagai ‘pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.’ Contohnya adalah media dan berbagai kelompok kepentingan tertentu. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan.
Internal_eksternal StakeholderDalam pandangan perusahaan sebagai sebuah entitas bisnis stakeholder dipandang sebagai inividu atau Kelompok yang dipengaruhi oleh dan/atau memiliki kepentingan dalam operasi dan tujuan perusahaan. Perusahaan memiliki berbagai kelompok pemangku kepentingan yang saling berhubungan secara luas. Pemangku kepentingan tersebut dikelompok menjadi tiga katagori: (a) pemangku kepentingan internal, yaitu individu atau kelompok yang berada dalam struktur organisasi bisnis yang memiliki pengaruh terhadap tujuan perusahaan; (b) pemangku kepentingan eksternal, yaitu individu atau kelompok yang berada di luar struktur organisasi bisnis yang memiliki pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung terhadap kebijakan dan proses bisnis; dan (c) pemangku kepentingan penghubung yaitu inidividu atau kelompok yang memiliki peran sebagai penghubung atau memiiki keterkaitan dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal. Masing-masing pemangku kepentingan berbeda baik dari segi perhatian dan minat dalam kegiatan bisnis dan juga kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan perusahaan.

Landasan Teoritis
Dalam pandangan tradisional tentang perusahaan, pemegang saham mayoritas dipandang sebagai pihak yang diakui dalam hukum bisnis di banyak negara, para pemegang saham atau pemegang saham adalah pemilik perusahaan, dan perusahaan memiliki kewajiban fidusia yang mengikat untuk menempatkan mereka kebutuhan pertama, untuk meningkatkan nilai bagi mereka. Dalam tua input-output model dari korporasi, perusahaan mengubah masukan dari investor, karyawan, dan pemasok menjadi berguna (dijual) output yang pelanggan membeli, sehingga kembali beberapa keuntungan modal untuk perusahaan. Dengan model ini, perusahaan hanya memenuhi kebutuhan dan keinginan dari empat pihak: investor, karyawan, pemasok, dan pelanggan. Dalam teori pemangku kepentinganyang menyatakan bahwa ada pihak lain yang terlibat, termasuk badan pemerintah, kelompok politik, asosiasi perdagangan, serikat pekerja, masyarakat, perusahaan terkait, calon karyawan, calon pelanggan, dan masyarakat pada umumnya. Kadang para pesaing perusahaan diperhitungkan sebagai stakeholder.

Pandangan pemangku kepentingan dari strategi adalah teori instrumental korporasi, mengintegrasikan kedua pandangan berbasis sumber daya serta pandangan berbasis pasar, dan menambahkan tingkat sosial-politik. Pandangan perusahaan digunakan untuk mendefinisikan para pemangku kepentingan spesifik dari sebuah perusahaan (teori normatif dari Donaldson), identifikasi stakeholder serta memeriksa kondisi di mana partai-partai ini harus diperlakukan sebagai stakeholder (teori deskriptif stakeholder arti-penting). Kedua pertanyaan membentuk pengobatan modern Teori Pemangku Kepentingan.

Ada banyak artikel dan buku yang ditulis pada teori pemangku kepentningan. Karya ilmiah terbaru tentang topik teori pemangku kepentingan dengan memberikan contoh penelitian termasuk Donaldson dan Preston dan Mitchell, Agle, dan Wood (1997), Friedman dan Miles (2002) dan Phillips (2003). Donaldson dan Preston berpendapat bahwa dasar normatif dari teori ini, termasuk “identifikasi pedoman moral atau filosofis untuk operasi dan manajemen perusahaan”, adalah inti dari teori. Mitchell dkk menurunkan suatu tipologi pemangku kepentingan berdasarkan atribut kekuasaan (sejauh pihak memiliki sarana untuk memaksakan kehendaknya dalam suatu hubungan), legitimasi (secara sosial diterima dan diharapkan struktur atau perilaku), dan urgensi (waktu sensitivitas atau kekritisan klaim stakeholder) [4] Dengan memeriksa kombinasi atribut-atribut ini secara biner, 8 jenis stakeholder berasal bersama dengan implikasinya bagi organisasi. Friedman dan Miles mengeksplorasi implikasi dari hubungan perdebatan antara stakeholder dan organisasi dengan memperkenalkan kepentingan kompatibel/tidak kompatibel dan koneksi yang diperlukan/kontingen sebagai atribut tambahan yang dapat digunakan untuk memeriksa konfigurasi dari hubungan ini.

Riyadi (2008) menjelaskan dua perspektif berkaitan dengan “peran bisnis dalam masyarakat.” Cara pandang pertama, “pandangan klasik” (classical view), yang didasarkan pada teori ekonomi neo-klasik, melihat peran bisnis dalam masyarakat murni sebagai pencarian keuntungan, yaitu keuntungan bagi para pemegang saham (shareholder). Cara pandang ini disebut juga sebagai “perspektif pemegang saham” (shareholder perspective). Sebaliknya, “pandangan pemangku kepentingan” (stakeholder view), yang didasarkan pada teori pemangku kepentingan, berkeyakinan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sosial itu menuntut perusahaan untuk mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya. Pandangan klasik memposisikan dua peran pokok yang pertaman bisnis sebagai “pencarian keuntungan murni”, dimana bisnis memiliki standar etis yang lebih rendah daripada masyarakat, bisnis tidak memiliki tanggung jawab sosial kecuali kepatuhan pada hukum. Kedua, bisnis sebagai “pencarian keuntungan yang terbatas” dimana bisnis harus memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, mematuhi hukum dan memiliki aspek etis. Pandangan klasik melihat bahwa ketidakjujuran hingga pada taraf tertentu dapat diterima karena para pebisnis memiliki standard moral yang lebih rendah dari pada masyarakat pada umumnya. Gertakan khas dunia bisnis (misalnya mengatakan sesuatu secara berlebihan), aksi penipuan merupakan hal-hal yang boleh, karena tujuan bisnis tidak lain tidak bukan untuk mencari keuntungan. Hanya saja, meskipun ia bisa mengabaikan standar moral dan etis, bisnis tetap harus mengikuti aturan main menurut hukum yang berlaku. Pendukung utama pandangan pertama ini adalah Carr.

Perspektif kedua dalam pandangan klasik ini adalah “pandangan pencarian-keuntungan yang terbatas”. Pendukung pandangan klasik jenis kedua ini diantaranya Milton Friedman yang memandang bahwa perusahaan haruslah bertindak jujur. Kejujuran itu dipahami Friedman dalam kerangka tujuan perusahaan itu sendiri, yang bahkan satu-satunya, yaitu pencarian keuntungan bagi para pemegang saham. Yang mencari keuntungan bagi para pemilik saham adalah para manajernya. Karena itu, tidak etis kalau para manajer disuruh memikul beban tanggung jawab sosial perusahaan kepada pihak lain selain para pemegang atau pemilik saham. Menurut Friedman, menuntut perusahaan untuk mengemban tanggung jawab sosial akan merusak sendi-sendi sebuah masyarakat yang bebas dengan sistem ekonomi-bebas (free-enterprise) dan sistem kepemilikan individual. Masalah sosial menjadi ranah negara untuk mengelolanya.
Pandangan klasik mendasarkan pembenaran teoretisnya pada teori ekonomi neo-klasik yang memiliki tiga klaim: pasar bebas, efisiensi ekonomi, dan maksimisasi keuntungan. Pandangan ini didasarkan pada tiga cara: Pertama, pemegang saham adalah para pemilik korporasi. Para manajer tidak punya hak untuk bertindak berdasarkan kemauannya sendiri, termasuk menggunakan sumber daya perusahaan untuk tujuan sosial. Kedua, peran perusahaan adalah menghasilkan kekayaan. Pembebanan tanggung jawab sosial pada perusahaan bisa merusak kinerjanya. Ketiga, peran tanggung jawab sosial itu diemban oleh lembaga lain yaitu pemerintah; perusahaan dan para manajer tidak dilengkapi dengan peran semacam itu

Filsuf politik Charles Blattberg mengkritik teori pemangku kepentingan untuk membangun asumsi bahwa kepentingan berbagai pihak dapat, di terbaik, terancam atau seimbang satu sama lain. Blattberg berpendapat bahwa ini adalah produk penekanannya pada negosiasi sebagai modus utama dari dialog untuk mengatasi konflik antara kepentingan para pihak. Dia merekomendasikan percakapan bukan dan ini menyebabkan dia untuk membela apa yang disebutnya ‘patriotik’ konsepsi dari korporasi sebagai alternatif yang berhubungan dengan teori pemangku kepentingan. Disamping iru teori pemangku kepentingan juga didefinisikan oleh Rossouw dkk.sebagai kewajiban etis dalam pengambilan keputusan. Freeman (1984), berpandapat bahwa perusahaan terkemuka telah menerima kenyataan bahwa mereka bukanlah semata-mata pelayan kepentingan pemilik modal, melainkan juga pemangku kepentingan lain yang lebih luas. Pemangku kepentingan ini didefinisikan sebagai pihak-pihak yang dapat terpengaruh dan/atau mempengaruhi kebijakan serta operasi perusahaan. Clarkson (1995) semakin meyakinkan dunia bisnis bahwa hanya dengan memperhatikan semua pemangku kepentinganlah sebuah perusahaan dapat mencapai kinerja sosial yang tinggi (yaitu perolehan social license to operate). Permasalahannya, siapa saja yang dapat dianggap sebagai pemangku kepentingan yang sah terhadap operasi perusahaan? Jawaban pertanyaan ini pertama-tama dikemukakan oleh Mitchell, Agle dan Wood (1997), yang menyatakan bahwa derajat kesahihan pemangku kepentingan ditentukan oleh aspek kekuatan, legitimasi, dan urgensi. Sejak itu ketiga kriteria itu dipergunakan secara luas, sampai kemudian Driscoll dan Starik (2004) mengusulkan kedekatan (proximity) sebagai kriteria lainnya

Teori pemangku kepentingan didasarkan pada pemahaman bahwa melampaui para pemegang saham, terdapat beberapa agen dengan sebuah kepentingan dalam tindakan dan keputusan perusahaan. Mengutip Freeman, seorang penganjur pertama teori ini, yang dimaksud dengan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang mendapatkan keuntungan dari atau kerugian oleh, dan yang hak-haknya dilanggar atau dihargai oleh, tindakan korporasi. Yang termasuk pemangku kepentingan adalah para pemegang saham itu sendiri, para kreditor, pekerja atau buruh, para pelanggan, pemasok, dan masyarakat atau komunitas pada umumnya. Teori pemangku kepentingan menekankan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial yang menuntut harus mempertimbangkan semua kepentingan pelbagai pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya. Acuan pertimbangan para manajer dalam mengambil keputusan dan tindakan bukan semata-mata para pemegang saham, melainkan juga pihak lain mana pun yang terkena pengaruhnya. Dalam pandangan teori pemangku kepentingan melihat persepektif bisnis sebagai “kesadaran sosial” dimana perusahaan harus sensitive terhadap kerusakan potensial dari tidakannya terhadap berbagai kelompok pemangku kepentingan. Disamping itu bisnis dipandang sebagai “aktivitas sosial” yang memandang perusahaan harus menggunakan segala sumber dayanya untuk kepentingan publik.

Teori pemangku kepentingan dapat digunakan dalam tiga cara: Pertama adalah cara deskriptif atau empiris, di mana teori ini digunakan untuk “menggambarkan dan kadang menjelaskan karakteristik dan perilaku spesifik korporasi. Sifat pendekatan ini adalah deskriptif. Kedua adalah cara instrumental, di mana teori ini digunakan untuk “mengidentifikasi kaitan atau kurangnya koneksi antara manajemen pemangku kepentingan dan pencapaian sasaran korporasi tradisional. Misalnya keuntungandan pertumbuhan. Sifat pendekatan ini adalah preskriptif. Pendekatan instrumental melihat para pemangku kepentingan sebagai ‘alat’ untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan dan meningkatkan efisiensi. Para pemangku kepentingan hanya diperhatikan sejauh itu menunjang tujuan-tujuan lebih tinggi dari sebuah perusahaan yaitu maksimisasi keuntungan, keberlangsungan dan pertumbuhan. Ketiga adalah cara normatif, di mana teori ini digunakan untuk menginterpretasikan fungsi perusahaan dan mengidentifikasi pandu¬an moral atau filosofis yang harus diikuti berkaitan dengan operasi dan manajemen perusahaan. Pendekatan ini tentu saja bersifat normatif-preskriptif, dan karena itu kadang dikacaukan dengan pendekatan kedua. Pendekatan normatif melihat para pemangku kepentingan sebagai tujuan.

Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam memandang signifikansi pemangku kepentingan, yaitu kekuasaan/kekuatan (power), legitimasi, dan urgensi. Meskipun ketiga hal tersebut bersama-sama dan saling terkait dalam mempengaruhi pengambilan tindakan oleh sebuah perusahaan, tetapi yang paling besar dari ketiganya adalah kekuasaan/kekuatan. Kekuasaan/kekuatan yang dimaksudkan di sini adalah kekuatan nyata suatu pemangku kepentingan untuk melakukan tekanan dan tuntutan baik secara sosial, politis, maupun hukum. Bisa terjadi bahwa suatu pemangku kepentingan memiliki legitimasi dan memiliki urgensitas yang sangat tinggi (keadaan mereka sudah sangat membahayakan dari segi kelangsungan hidup) untuk melakukan penuntutan kepada sebuah perusahaan, namun karena mereka tidak memiliki kekuasaan yang real (misalnya mereka terpecah belah dalam memandang persoalan itu, bahkan ada yang menerima begitu saja hal tersebut sebagai sebuah ”bencana alam” dan bukan ”bencana buatan manusia” yang harus dituntut), maka perusahaan bisa enggan atau bahkan tidak mau melakukan tindakan apa pun. Branco dan Rodriguez mengutip contoh kasus di Kanada dan Swedia28di mana perusahaan-perusahaan kehutanan lebih memprioritaskan tuntutan para pemangku kepentingan yang memiliki kekuatan real ketimbang tuntutan yang hanya dilontarkan berdasarkan argumen etis atau tanggung jawab sosial belaka

Nilai-nilai Pelibatan Pemangku Kepentingan
Prof Witold Henisz dari Wharton Business School telah mempelajari manajemen risiko sosial dan politik selama 15 tahun, dengan fokus  pada penggunaan strategi bagaimana organisasi menghindar dari resiko dengan studi kasus perusahaan pertambangan. Dalam kajiannya Henisz  menggunakan data dari 26 tambang emas yang dimiliki oleh 19 perusahaan publik antara tahun 1993 dan 2008. Melalui coding lebih dari 50.000 “peristiwa pemangku kepentingan” yang ditemukan dan dilaporkan media mereka mengembangkan suatu indeks tingkat kerja sama pemangku kepentingan atau konflik pertambangan. Dari hasil studi yang dilakukan ditemukan bahwa ada investasi berbasis proyek yang tertunda atau terganggu akibat orang-orang khawatir tentang pasokan air, pola lalu lintas, kerusakan lingkungan dan sebagainya. Henisz juga menyusun sebuah daftar penerapan terbaik untuk bisnis yang serius melibatkan para pemangku kepentingan. Pertama, mengubah pola pikir perusahaan sehingga karyawan di seluruh papan percaya bahwa pemangku kepentingan kunci. Kedua, mendapatkan data yang diperlukan untuk menjelaskan siapa pemangku kepentingan, apa yang mereka inginkan dan yang terhubung ke siapa. Ketiga, menemukan cara untuk membangun jaringan informasi melalui datalink untuk kepentingan kinerja operasi, mengintegrasikan informasi tersebut ke dalam sistem manajemen risiko (integrated risk management) daripada memperlakukannya sebagai kategori secara terpisah. Keempat, berinteraksi dengan para pemangku kepentingan di tingkat masyarakat dengan cara yang asli dan adil; merespon kekhawatiran mereka dan koneksi bentuk daripada hanya menulis cek. Kelima, menemukan cara untuk menyebarkan informasi tentang proyek yang sedang berlangsung secara kredibel dan transparan.

Michael Porter sebagai seorang tokoh terkenal pada strategi bisnis dan daya saing, memperkenalkan konsep “menciptakan nilai bersama”, dalam rangka memberikan jalan inovasi bagi praktisi secara keberlanjutan. Menciptakan nilai bersama dikemas ulang dari prinsip-prinsip keberlanjutan, dimana peran dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam membangun nilai-nilai bersama sangat penting dalam membangun produk dan inovasi daya sain dalam pasar yang semakin komptetitif. Munculnya pemain lain mengisyaratkan penting nilai-nilai bersama yang perlu disepakati sebagai acuan bisnis untuk menghindari dampak dalam jangka panjang. Tetapi juga menekankan pentingnya mendekati keterlibatan pemangku kepentingan sebagai perluasan dari sistem berfikir. Setiap lembaga yang bertahan melakukannya karena ketahanan dari sistem di mana ia beroperasi. Ketahanan berasal dari keragaman individu atau organisasi dan kuat hubungan antara mereka. Keterlibatan pemangku kepentingan merupakan kesempatan untuk membangun dan memperkuat hubungan ini serta memanfaatkan kepercayaan otak kolektif dari sistem, tetapi dengan kata Porter, akan membutuhkan pemimpin dan manajer untuk mengembangkan apresiasi yang lebih dalam kebutuhan masyarakat dan kemampuan untuk berkolaborasi antar keuntungan atau batas nirlaba.

Dalam dunia yang semakin terbuka, dengan buy-in dari pelanggan, pemasok, karyawan, dan setiap mitra kelembagaan lainnya sangat penting untuk mendapatkan manfaat. Keterlibatan pemangku kepentingan telah lama dianggap sebagai pertahanan yang baik, tetapi pelanggaran lebih baik dan harus di jantung dari setiap strategi untuk berinovasi. Perusahaan perlu memahami bagaimana mereka harus bekerja dengan masyarakat dalam menghadapi tantangan kompetitif dengan membangun nilai-nilai inovasi inovasi ketika perusahaan berusaha untuk tidak hanya melibatkan para pemangku kepentingan, tetapi juga berkolaborasi dengan masyarakat atau pemangku kepentingan yang lebih luas.

Konsep bisnis telah mengalami evolusi, dimana nilai-nilai sosial menjadi landasan dalam penetapan berbagai kebijakan, proses hinggga hasil yang diperoleh oleh perusahaan. Pertama-tama ada pembedaan antara konsep kewajiban sosial (social obligation), tanggung jawab sosial (social responsibility), dan kepedulian sosial (social responsiveness). Kewajiban sosial berkaitan dengan perilaku atau tindakan perusahaan dalam merespon kekuatan pasar atau ketentuan hukum. Kewajiban sosial bersifat proskriptif atau negatif untuk menentukan hal-hal yang dianggap etis tidak boleh dilanggar.. Tanggung jawab sosial menuntut adanya kesepadanan antara perilaku perusahaan dengan norma-norma sosial yang berlaku, nilai dan harapan yang diletakkan dalam tindakan perusahaan. Sifatnya adalah preskriptif atau positif yang mengharuskan bertindak untuk kepentingan masyarakat.. Kepedulian sosial menekankan bahwa yang penting bukanlah bagaimana sebuah perusahaan harus merespon tekanan sosial, tetapi apa yang seharusnya menjadi peran perusahaan dalam jangka panjang dalam sebuah sistem sosial yang selalau berubah. Ide dasarnya adalah bahwa orientasi bisnis bersifat antisipatoris dan preventif. Dengan demikian dskursu peran perusahaan terhadap masyarakat mencakup tanggung jawab sosial dan kepedulian sosial, sementara kewajiban sosial lebih terkait dengan kinerja ekonomi murni sebuah perusahaan atau bisnis.

Daftar Pustaka

Branco, Manuel Castelo dan Lúcia Lima Rodriguez, “Positioning Stakeholder Theory within the Debate on Corporate Social Responsibility”, EJBO (Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies), Vol. 12, No. 1(2007), hlm. 5-15.

Carr, A. Z., “Is Business Bluffing Ethical”, Harvard Business Review, Vol. 46No. 1, 1968, hlm. 143-153.Carroll, A. B., “A Three-Dimensional Conceptual Model of Corporate Social Performance”, Academy of Management Review, Vol. 4No. 4, 1979, hlm. 497-505.

Carroll, A. B., “The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders”, Business Horizons, Vol. 34No. 4, 1991, hlm. 39-48.

Clapham, A. dan S. Jerbi, Categories of Corporate Complicity in Human Rights Abuses, dapat diunduh di http://www.business-humanrights.org/Clapham-Jarbi-paper.htm.

Donaldson, T. dan L. E. Preston, “The Stakeholder Theory of the Corporation: Concepts, Evidence, and Implications”, Academy of Management Review, Vol. 20 No. 1, 1995, hlm. 65-91.

Frederick, W. C., “From CSR1 to CSR2: The Maturing of Business-and-Society Thought”, Business and Society, Vol. 33No. 2, 1994, hlm. 150-164.

Freeman, R. Edward, “A Stakeholder Theory of the Modern Corporation”, dalam L.B. Pincus (ed.), Perspectives in Business Ethics, Singapore: McGraw Hill, 1998, hlm. 171-181.

Lantos, G. P., “The Ethicality of Altruistic Corporate Social Responsibility”,Journal of Consumer Marketing, Vol. 19 NO. 3, 2002, hlm. 205-230.

Levitt, T., “The Dangers of Social Responsibility”, Harvard Business Review, Vol. 33 No. 5, 19 58, hlm. 41 -50.

Riyadi E.S. Landasan Teoretis bagi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: dari Pemegang Saham (Shareholder) ke Pemangku Kepentingan (Stakeholder). Dignitas Volume V No. II Tahun 2008.

Sertifikasi Profesi

Tantangan di era globalisasi dan pasar yang kompetitif menuntut daya tahan dan daya saing sebuah kelompok, komunitas, organisasi dan negara dalam bentuk pengembangan sumber daya manusia sebagai intellectual asset menjadi salah satu faktor yang penting dalam mendukung produktivitas dan keunggulan kompetititf perusahaan. Pengembangan SDM stratejik merupakan tuntutan bagi setiap organisasi untuk menyelaraskan program training dengan strategi organisasi. Selain itu, pengembangan SDM menuntut perpaduan yang sinergik antara aspek pembelajaran (learning) dan aspek kinerja (performance). Untuk itu, pengembangan SDM melalui program training di tempat kerja membutuhkan suatu sarana dan fasilitas yaitu Training Center. Untuk merealiasikan upaya peningkatan pembelajaran dan kinerja, maka diperlukan suatu standar kompetensi profesi khususnya bagi para training manager untuk mengelola training center dalam suatu organisasi. Isu sertifikasi menjadi sangat hangat dibicarakan oleh berbagai kalangan khususnya pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembinaan profesi baik pendidikan, kesehatan, keuangan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Isu sertifikasi menjadi salah satu cara yang digunakan dalam embangun struktur karir profesional dan pengembangan kualitas atau mutu. Seperti sertifikasi untuk ISO 31000 untuk Risk Management Standard, ISO 2600 untuk Social Responsibility, Standar “Chain Of Custody”, Standar ISO 9001, Standar ISO 14001,  Standar Sustainable Forest Management dan masih banyak lagi.

Definisi Sertifikasi

Istilah sertifikasi berasal dari bahasa Inggris ’certification’ dengan  yang berarti keterangan, pengesahan, ijazah, sertifikat, brevet, diploma, keterangan. International Institute for Environment Develpoment (IIED), pengertian sertifikasi adalah Prosedur dimana pihak ketiga memberikan jaminan tertulis bahwa suatu produk, proses atas jasa telah memenuhi standar tertentu, berdasarkan audit yang dilaksanakan dengan prosedur yang disepakati.  Sertifikasi berkaitan dengan pelabelan produk untuk proses komunikasi pasar.  (http://www.iied.org/)

Dalam Standar ISO 9001:2000 dan ISO 9001:2008 atau Standar  ISO 14001:2004, dinyatakan: “certification” refers to the issuing of written assurance (the certificate) by an independent external body that it has audited a management system and verified that it conforms to the requirements specified in the standard.” (http://www.iso.org)

Ikatan ahli Geologi Indonesia, mendefinisikan sertifikasi adalah standarisasi secara profesional bagi mereka yang kompeten di bidang pekerjaan masing-masing yang dikelola dan dibina oleh Organisasi Profesi bukan Pemerintah. Sertifikasi ini memenuhi persyaratan kualitas profesional yang sudah ditetapkan.( http://sertifikasi.iagi.or.id/)

Merujuk pada definisi sertifikasi untuk tenaga kependidikan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah. Pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio (Samani, 2007).

Jenis Sertifikasi

Setiap komunitas atau organisasi profesi melakukan kegiatan sertifikasi dengan berbagai pola pengembangan, ada yang melakukan sertifikasi karena persyaratan atau ‘standar’ yang ditetapkan oleh pemerintah seperti sertifikasi pendidik/guru, standar pembeli (customer), dan standar  pemilik lisensi produk. Disamping itu setrtifikasi dilakukan untuk kebutuhan pengembangan kompetensi terhadap tenaga atau organisasi bersangkutan seperti pembinaan tenaga pendamping masyarakat atau fasilitator.

Secara umum terdapat tiga jenis umum sertifikasi. Tercantum dalam urutan tingkat pembangunan dan portabilitas, mereka adalah: perusahaan (internal), produk-spesifik, dan profesi.

Sertifikasi perusahaan, atau internal yang dirancang oleh perusahaan atau organisasi untuk kebutuhan internal. Misalnya, perusahaan mungkin memerlukan kursus satu hari pelatihan untuk semua personil penjualan, setelah itu mereka menerima sertifikat. Sementara sertifikat ini memiliki portabilitas yang terbatas khusunya untuk perusahaan lain,

Sertifikasi produk spesifik sertifikasi yang lebih terlibat, dan dimaksudkan untuk dirujuk ke produk di semua aplikasi. Pendekatan ini sangat umum di dunia teknologi infomasi  industri, di mana personil bersertifikat pada versi perangkat luank (software) atau perangkat keras (hardware). Jenis sertifikasi portabel di lokasi (misalnya, perusahaan yang berbeda yang menggunakan perangkat lunak itu), tetapi tidak seluruh produk lainnya.

Sertifikasi profesi dilakukan untuk kompetensi atau keahlian khusus. Misalnya profesi medis sering membutuhkan tenaga ahli atau spesialisasi tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Sertifikasi profesi dilakukan dalam rangka menerapkan standar profesional, meningkatkan tingkat praktek, dan mungkin melindungi masyarakat (meskipun ini juga merupakan domain dari lisensi), sebuah organisasi profesional mungkin menetapkan sertifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi semua tempat dimana seorang profesional bersertifikat mungkin bekerja. Tentu saja, hal ini membutuhkan pola penilaian dan pertanggungjawaban secara hukum dari seluruh profesi yang ada.

Sertifikasi profesional

Istilah sertifikasi profesional seringkali digunakan untuk menunjukkan kemampuan atau kualifikasi seseorang berdasarkan atribut atau kriteria yang telah ditentukan oleh sebuah organisasi/badan atau lembaga pengembangan (biasanya sudah terakreditasi). Sebutan ‘sertifikasi’ atau ‘kualifikasi’ tersebut ditetapkan bagi tenaga profesional, sering disebut hanya sertifikasi atau kualifikasi, untuk menjamin kualifikasi dalam melakukan tugas atau pekerjaan tertentu.  Misalnya, pemberian sertifikasi kepada tenaga guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).

Sertifikasi sangat umum digunakan dalam bidang konstruksi, penerbangan, teknologi, keuangan, lingkungan, sektor industri, bisnis, pendididikan, dan kesehatan. Di Amerika Serikat, Federah Aviation Administration (FAA) mengatur sertifikasi penerbang. Certified Internal Auditor (CIA) merupakan sebuah organiasi berbasis di Amerika mengkhususkan diri dalam penilaian kinerja keuangan internal yang beroperasi di hampir 165 negara. Oragnisasi ini juga melakukan sertifikasi terhadap tenaga audit profesionalnya dalam memperoleh lisensi, dan pengembangan sumber daya manusia. Banyak anggota dari Association of Test Publishers (ATP) juga organisasi sertifikasi.

Sertifikasi yang diperoleh dari masyarakat profesional atau dari vendor sebuah peruhaan. Misalnya, Perusahaan Microsoft, Cisco, Machintos, dll). Secara umum, harus diperbaharui secara berkala, atau mungkin berlaku untuk suatu periode waktu tertentu (misalnya, masa pakai produk di mana seseorang dinyatakan). Sebagai bagian dari pembaharuan sertifikasi lengkap dari individu, itu adalah umum bagi individu untuk menunjukkan bukti belajar secara berkelanjutan.

Program sertifikasi kebanyakan dibuat, disponsori, atau berafiliasi dengan asosiasi profesional, organisasi perdagangan, atau vendor yang tertarik dalam meningkatkan standar. Bahkan beberapa program yang digulirkan benar-benar independen dari organisasi keanggotaan asosiasi . Pertumbuhan program sertifikasi juga merupakan reaksi terhadap perubahan pasar kerja. Sertifikasi dilakukan  oleh beberapa asosiasi profesi, karena mereka tidak bergantung pada definisi satu perusahaan dari suatu pekerjaan tertentu saja tetapi juga kemungkinan digunakan oleh perusahaan lainnya. Sertifikasi diberikan sebagai resume dan referensi profesional yang menunjukkan bahwa seseorang telah layak dan sepadan dengan dukungan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan profesional untuk bekerja menurut kode etik tertentu.

Penting untuk dicatat umumnya sertifikasi biasanya diperoleh dari masyarakat profesional atau lembaga pendidikan, bukan pemerintah. Jika demonstrasi kemampuan atau pengetahuan yang diperlukanoleh hukum sebelum diperbolehkan untuk melakukan tugas atau pekerjaan, ini disebut sebagai lisensi. Di Amerika Serikat, lisensi profesional biasanya dikeluarkan oleh lembaga atau badan negara.Penilaian proses sertifikasi untuk beberapa organisasi, sangat mirip atau bahkan sama dengan lisensi dan mungkin hanya berbeda dalam hal status hukumnya saja, sementara di organisasi lain, bisa sangat berbeda dan lebih komprehensif daripada lisensi. sertifikasi dan lisensi hanya berbeda dalam hal status hukum.

Manfaat Sertifikasi Profesi

Manfaat uji sertifikasi profesi sebagai berikut:

  1. Melindungi organisasi dan anggota profesi dari praktek penyelenggraan layanan sesuai tugas dan fungsi yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra organisasi profesi itu sendiri.
  2. Melindungi masyarakat atau warga negara dari praktek layanan yang merugikan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dapat menghambat kepentingan yang lebih luas.
  3. Mendorong upaya pembinaan sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan oleh organisasi profesi.
  4. Sebagai wahana dalam penjaminan mutu bagi lembaga atau organisasi profesi yang bertugas mempersiapkan anggotanya untuk memberikan layanan secara berkualitas.
  5. Melindungi dan memelihara organisasi profesi dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya dari kepentingan internal dan eksternal yang berpotensi menimbulkan menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
  6. Sarana akuntabilitas publik.
  7. Pengembangan karir dalam masyarakat bagi anggota profesi.
  8. Menerapkan etika dan standar nilai yang mengatur kinerja dan layanan profesi.

Standarisasi Kompetensi

Kompetensi merupakan kemampuan untuk melakukan aktivitas-aktivitas menurut suatu standar dan dengan hasil yang baik, yang diulang-ulang dalam jangka waktu dan situasi yang berbeda. (ILO, Juli 2004). Hakekat kompetensi dalam konteks pelatihan dan pengembangan sebagai berikut: A cluster of related knowledge, skills, and attitudes that affects a major part of ones job, role or responsibility, that correlates with performance on the job, that can be measured against well-accepted standards, and that can be improved via training and development (http://www.nps.gov/training/strategy,htm) .

Standar kompetensi merupakan ukuran atau patokan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang harus dimiliki seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyarakatkan. Standar kompetensi tidak berarti hanya kemampuan menyelesaikan suatu tugas, tetapi dilandasi pula bagaimana serta mengapa tugas itu dikerjakan. Dengan kata lain, standar kompetensi meliputi faktor-faktor yang mendukung seperti pengetahuan dan kemampuan untuk mengerjakan suatu tugas dalam kondisi normal di tempat kerja serta kemampuan mentransfer dan menerapkan kemampuan dan pengetahuan pada situasi dan lingkungan yang berbeda. Sebuah standar kompetensi merupakan dokumen yang menentukan dalam format yang terstruktur bagaimana orang harus melakukan pekerjaan atau peran kerja. Standar kompetensi mencoba untuk menangkap berbagai dimensi itu, ketika diambil bersama-sama, akun untuk kinerja ‘kompeten’. Dalam hal ini standar kompetensi menentukan peran mengemudi kendaraan ambulans layanan.

Organisasi menggunakan standar kompetensi (a) sebagai kerangka acuan untuk mencalonkan bagaimana mereka mengharapkan pekerjaan atau bekerja peran yang harus dilakukan; dan (b) untuk menilai apakah orang-orang yang kompeten di pekerjaan mereka atau peran kerja.

Ada dua jenis umum standar kompetensi.

  1. Standar yang diakui di seluruh negeri dan berfungsi sebagai dasar untuk penilaian dan kualifikasi formal. Ini adalah dikembangkan untuk dan oleh seluruh industri.
  2. Standar yang dikembangkan untuk perusahaan tertentu. Ini kadang-kadang disebut ‘in-house standar’.

The American National Standard Institute (ANSI), Standar 1100, mendefinisikan persyaratan memenuhi standar ANSI untuk menjadi sebuah organisasi sertifikasi. Menurut Standar ANSI 1100, sebuah organisasi sertifikasi profesional harus memenuhi dua persyaratan: (1) Memberikan penilaian berdasarkan pengetahuan industri, independen dari kursus pelatihan atau penyedia kursus. (2) Hibah mandat waktu terbatas untuk siapa saja yang memenuhi standar penilaian.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) merupakan acuan pemenuhan persyaratan kompetensi yang disusun oleh para tenaga ahli, pelaku usaha, pemerintah dan lembaga pendidikan dan pelatihan tersebut nantinya akan tetapkan oleh pemerintah Indonesia. Pengembangan standar kompetensi kerja nasional dan sertifikasi profesi tenaga kerja sangat diperlukan, sejalan dengan perkembangan dan dinamika perubahan masyarakat dan tenaga profesional untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. SKKNI memiliki tim penyusun standar kompetensi terdiri dari para para pakar dan masukan dari pelaku usaha (Industri) serta dan lembaga pendidikan dan pelatihan. Sehingga dapat dipastikan standar kompetensi yang disusun dapat sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri dan ekuivalen dan kesetaraan dengan standar relevan yang berlaku pada sektor industri di negara lain bahkan berlaku secara internasional sehingga akan memudahkan tenaga profesi di Indonesia untuk bekerja di tingkat global.

Standarisasi kompetensi dipengaruhi paradigma yang berkembangan dalam era human capital management dalam peningkatan kemampuan dan pengalaman praktis organisasi atau perusahaan dalam bentuk pusat pelatihan (training center) yang telah mengalami perubahan dari cost centre menjadi value center, dan dari training center menjadi learning center. Telah terjadi transformasi dalam pola pengelolaan SDM yang lebih berorientasi pada hasil (outcomes) dan nilai (value). Dalam hal ini, fungsi dan peran Training Manager menjadi strategis dalam organisasi. Posisi Training Manager dalam struktur organisasi disetarakan dengan posisi strategis lainnya dalam suatu organisasi, seperti HRD Group Head dan Training Division Head.

Dalam upaya menjamin pengembangan SDM yang efektif, efisien dan akuntabel maka diperlukan program standarisasi kompetensi dan sertifikasi profesi  di tempat kerja. Sebagaimana dikeluarkannya PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa Pendidik dan Tenaga Kependidikan harus memiliki kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya. Dengan adanya standarisasi kompetensi dan sertifikasi bagi pengeloa pelatihan pusat pelatihan (training center), maka akan berdampak positif pada keberhasilan strategi pengembangan SDM. Di samping itu, dunia kerja diharapkan memiliki Training Manager yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidangnya, yaitu mampu mengidentifikasi masalah dan menemukan alternatif solusi terhadap masalah kinerja serta menyediakan program-program pengembangan SDM yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan kinerja.

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2004 atas perintah UU Nomor 13 tahun 2003, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi, utamanya pasal 4 Ayat 1) : Guna terlaksananya tugas sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, BNSP dapat memberikan lisensi kepada lembaga sertifikasi profesi yang memenuhi persyarataan yang ditetapkan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja. Ayat 2): Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian lisensi lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) ditetapkan lebih lanjut oleh BNSP. BNSP merupakan badan independen yang bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki kewenangan sebagai otoritas sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi bagi tenaga kerja. Pembentukan BNSP merupakan bagian integral dari pengembangan paradigma baru dalam sistem penyiapan tenaga kerja yang berkualitas.

Berbeda dengan paradigma lama yang berjalan selama ini, sistem penyiapan tenaga kerja dalam format paradigma baru terdapat dua prinsip yang menjadi dasarnya, yaitu: pertama, penyiapan tenaga kerja didasarkan atas kebutuhan pengguna (demand driven); dan kedua, proses diklat sebagai wahana penyiapan tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training / CBT). Pengembangan sistem penyiapan tenaga kerja dengan paradigma baru ini dimulai pada awal tahun 2000 yang ditandai dengan ditandatanganinya Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pendidikan Nasional, Ketua Umum Kadin Indonesia. Didalam SKB tersebut disepakati pembentukan Badan Nasional Pendidikan dan Pelatihan Profesi (BN3P) sebagai wadah untuk pengembangan CBT di Indonesia. Pada awalnya BN3P diusulkan untuk dibentuk berdasarkan keputusan Presiden (Keppres). Tetapi setelah pembahasan mendalam secara lintas – sektoral bersama dengan Sekretariat Negara (Sekneg) pada tahun 2001 akhirnya disepakati untuk diusulkan pembentukannya berdasarkan peraturan yang berlaku.

Mempertimbangkan bahwa pengusulan secara khusus pembentukan BN3P yang kemudian berubah menjadi  BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) berdasarkan Undang – Undang pada waktu itu diperkirakan membutuhkan waktu yang lama. Maka untuk memudahkan proses dan sekaligus mempersingkat waktu akhirnya disepakati untuk memasukkan pembentukan BNSP kedalam Rancangan Undang–Undang Ketenagakerjaan yang pada tahun 2002 dalam proses pembahasan dengan DPR-RI. Pada tahun 2003, Undang–Undang No. 13 disahkan yang didalamnya secara eksplisit mencantumkan tentang prinsip pelatihan tenaga kerja berdasarkan paradigma baru dan menetapkan BNSP sebagai pelaksana sertifikasi kompetensi kerja.

Kebijakan sebagai arahan dalam pengembangan program dan kegiatan untuk pelaksanaan strategi BNSP yaitu:

  • Mendukung peningkatan daya saing industri. Artinya program dan kegiatan BNSP haruslah menghasilkan luaran dan dampak yang mendukung peningkatan daya saing industri, baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri
  • Mendukung pelaksanaan kesempatan kerja dan penanggulangan pengangguran. Erat kaitannya dengan kebijakan tersebut butir 1, apabila daya saing indstri meningkat, akan terjadi pengembangan usaha yang berdampak pada perluasan kesempatan kerja dan penanggulangan pengangguran.
  • Mendukung peningkatan kualitas, produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia. Program dan kegiatan BNSP secara langsungdan tidak langsung harus dapat meningkatkan kualitas, produktivitas, dan daya saing tenaga kerja Indonesia, baik di pasar kerja dalam negeri maupun pasar kerja luar negeri. Hal ini penting untuk menghadapi pasar kerja global yang semakin kompetitif.
  • Mendukung peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja.Optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja secara kuantitatif dan kualitatif perlu diupayakan Tetapi tenaga kerja bukanlah sekedar faktor produksi, tetapi juga berperan sebagai subyek dan sekaligus obyek dalam pembangunan. Oleh karena itu, program dan kegiatan BNSP juga harus dapat meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja baik sebagai subyek maupun sebagai obyek pembangunan.

Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) adalah Lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi profesi yang memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Lisensi diberikan melalui proses akreditasi oleh BNSP yang menyatakan bahwa LSP bersangkutan telah memenuhi syarat untuk melakukan kegiatan sertifikasi profesi. Di Indonesia, terdapat kurang lebih 126 juta pekerja atau tenaga kerja. Dari jumlah tersebut hanya 1,2 juta yang telah menjalani sertifikasi profesi yang akan menjadi sasaran sertifikasi melalui LSP.

(Tulisan diambil dari berbagai sumber).

Mengelola Stakeholder: Sukses Memenangkan Dukungan Bisnis Anda*

Mengelola pemangku kepentingan merupakan salah satu disiplin pengetahuan penting bagi para pelaku bisnis dan orang-orang sukses yang digunakan untuk memenangkan dukungan terhadap orang lain. Melalui pelibatan secara tepat individu atau organisasi yang memiliki perhatian, kepentingan, pengaruh dan kekuatan untuk merubah akan membantu Anda membangun keberhasilan dalam setiap bisnis, proyek atau karir Anda. Kebanyakan perusahaan, organisasi atau orang-orang sukses memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pemangku kepentingan kunci dengan memberikan ruang keterlibatan dan harapan terhadap posisi dan perannya dalam tujuan yang telah ditetapkan. Tema tentang pengelolaan pemangku kepentingan menjadi alat bantu penting untuk membantu Anda mengidentifikasi, memetakan dan memformulasikan keterlibatan mereka secara optimal dalam tujuan Anda. Disamping itu memastikan bahwa proyek yang Anda kelola dapat berhasil pada saat orang lain gagal.

Panduan Analisis berbasis pemangku kepentingan (Stakeholders Based Approach)

Ketika Anda lebih sukses dalam pekerjaan dan karir, tindakan yang Anda ambil dalam menjalankan organisasi akan mempengaruhi semakin banyak orang. Semakin banyak orang yang dapat Anda pengaruhi, maka semakin besar kemungkinan tindakan Anda berdampak kepada orang-orang atau pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan pengaruh atas organisasi tersebut. Orang-orang ini diharapkan dapat mendukung dan mendorong kinerja Anda atau bahkan menahan Anda. Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari kemampuan Anda memahami pemangku kepentingan yang ada di lingkungan organisasi dengan menggunakan cara atau pendekatan yang tepat dalam menentukan pilihan untuk bertindak dan mengambil keputusan.

Salah satu cara yang dapat ditempuh dengan melakukan identifikasi unit binis atau organisasi Anda dengan melakukan analisis pemangku kepentingan yang dikenal dengan Stakeholder Based Approach (SBA). Pendekatan ini dikembangkan untuk membantu para pengambil keputusan, manajer proyek, pimpinan organasasi dalam melakukan perencanaan untuk memetakan pemangku kepentingan dengan cara mengidentifikasi orang-orang atau pihak-pihak kunci yang harus dikelola dan dimenangkan. Selanjutnya dibangun strategi untuk membangun dukungan terhadap tujuan dan harapan organisasi dengan melibatkan mereka sesuai peran dan kontribusinya.

Beberapa manfaat dari penggunaan pendekatan ini diantaranya:

  • Menggunakan pendapat para pemangku kepentingan yang paling kuat untuk membentuk tujuan dari organisasi atau proyek pada tahap awal. Hal ini tidak hanya memberikan dukungan terhadap organisasi atau tujuan lebih dari itu dapat dapat meningkatkan kualitas dari hasil yang ditetapkan dalam rencana.
  • Mendapatkan dukungan dari para pemangku kepentingan yang kuat untuk membantu memenangkan lebih banyak sumber daya – hal ini akan lebih mengoptimalkan kinerja dalam mencapai tujuan.
  • Membangun strategi komunikasi dengan para pemangku kepentingan sejak awal secara intensif untuk memastikan bahwa mereka memahami apa yang harus dilakukan dan memahami manfaat dari organisasi atau proyek yang dilaksanakan – hal ini berarti mereka dapat mendukung tujuan organisasi secara aktif jika di perlukan.
  • Mengantisipasi reaksi dari masyarakat terhadap keberadaan organisasi atau proyek yang akan dilaksanakan dan mengintegrasikan dalam skema perencanaan untuk mendapatkan dukungan dari mereka.

Bagaimana melakukan Analisis Pemangku Kepentingan

Secara umum praktek pemetaan pemangku kepentingan di awali dengan mengidentifikasi siapa saja orang atau pihak yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap organisasi atau proyek yang diusulakan. Langkah berikutnya bekerja di luar kekuasaan mereka, pengaruh dan kepentingan, sehingga Anda tahu kepada siapa harus fokus. Langkah terakhir mengembangkan pemahaman secara komprehensif tentang stakeholder yang paling penting agar Anda tahu bagaimana mereka akan merespon, dan sehingga Anda bisa mengetahui bagaimana untuk memenangkan dukungan mereka – Anda dapat merekam analisis ini pada peta pemangku kepentingan. Setelah Anda melakukan analisis dengan menggunakan alat bantu ini masukkanlah dalam perencanaan untuk menentukan strategi pelibatan mereka dan menentukan cara yang paling tepat bagaimana Anda akan berkomunikasi dengan masing-masing pemangku kepentingan yang telah teridentifikasi.

Berikut langkah-langkah dalam melakukan Analisis pemangku kepentingan:

Langkah 1. Mengidentifikasi Stakeholder

Langkah pertama dalam analisis stakeholder Anda adalah untuk bertukar pikiran yang stakeholder Anda. Sebagai bagian dari ini, memikirkan semua orang yang terpengaruh oleh pekerjaan Anda, yang memiliki pengaruh atau kekuasaan di atasnya, atau memiliki kepentingan dalam kesimpulannya sukses atau gagal. Dalam membangun setiap peta pemangku kepentingan dengan mengembangkan daftar katagori dari orang, organisasi, lembaga atau pihak lainnya yang memiliki bekepentingan terhadap organisasi atau tujuan Anda. Setelah daftar adalah cukup lengkap itu kemudian memungkinkan untuk menetapkan prioritas dalam beberapa cara, kemudian menerjemahkan stakeholder ‘prioritas tertinggi’ ke tabel atau gambar. Daftar potensi pemangku kepentingan untuk setiap kegiatan tentunya akan melebihi waktu yang tersedia untuk menganalisis termasuk kemampuan alat yang digunakan untuk memetakan sesuai kebutuhan informasi yang ada. Tantangannya agar Anda tetap fokus pada pemangku kepentingan yang benar-benar sesuai dan memiliki tingkat kepentingan terhadap organisasi sebagai bagian dari komunitas khusus atau berorientasi terhadap tujuan proyek sehingga memudahkan dalam memvisualisasikan.

Tabel di bawah menunjukkan beberapa pemangku kepentingan yang mungkin terlibat dalam organisasi atau proyek :

 
 
Perlu diperhatikan meskipun pemangku kepentingan mungkin menatasnamakan organisasi dan orang-orang yang berkepentingan baik langsung maupun tidak langsung, namun pada akhirnya yang perlu Anda lakukan adalah berkomunikasi dengan orang, Pastikan bahwa Anda mengidentifikasi pemangku kepentingan secara individu yang benar dalam sebuah organisasi pemangku kepentingan.

Langkah 2. Prioritaskan Stakeholder Anda

Pada tahapan ini Anda telah memiliki daftar panjang organisasi/lembaga atau orang-orang yang dipengaruhi oleh organisasi atau pekerjaan Anda. Beberapa mungkin memiliki kekuatan baik untuk menghambat atau mendorong kinerja organiasasi. Beberapa mungkin tertarik dengan apa yang direncanakan atau dilaksanakan oleh organisasi atau apa yang Anda lakukan, sebagian lainnya mungkin tidak peduli.

Lakukan pemetaan secara mendalam terhadap pemangku kepentingan tentang kekuatan/kepentingan dalam sebuah geradi atau kisi-kisi seperti pada gambar, dan mengklasifikasikan para pemangku kepentingan dengan peran dan kontribusi mereka atas tujuan organisasi serta ketertarikan pada pekerjaan yang Anda lakukan. Lakukan pengujian dengan meletakkan masing-masing pemangku kepentingan berdasakan pengaruh dan kekuatan. Misalnya, atasan Anda cenderung memiliki kekuatan yang tinggi dan pengaruh dan harapan yang tinggi terhadap pekerjaan Anda. Keluarga Anda juga mungkin memiliki harapan yang tinggi, tetapi tidak mungkin memiliki kekuatan atas pekerjaan Anda.

Selanjutnya lakukan analisis dengan memposisikan pemangku kepentingan (orang/organisasi/lembaga) dalam geradi tersebut untuk membantu Anda bertindak terhadap posisi mereka:

  • Kekuatan Tinggi, orang tertarik: orang-orang yang benar-benar harus terlibat dan membuat upaya besar agar mereka puas terlibat dalam organisasi atau bisnis yang Anda pimpin.
  • Kekuatan Tinggi, orang kurang tertarik: menempatkan dalam posisi untuk tetap bekerja dengan menjaga kepuasan mereka, tetapi tidak terlalu banyak sehingga mereka menjadi bosan dengan rencana dan komunikasi yang Anda buat.
  • Kekuatan rendah, orang-orang tertarik: menjaga orang-orang ini dengan memberikan cukup banyak informasi, dan berbicara dengan mereka untuk memastikan bahwa tidak ada masalah besar yang timbul dikemudian hari. Orang-orang ini sangat membantu terhadap sukses organisasi dan rincian proyek Anda.
  • Kekuatan rendah, orang kurang tertarik: sekali lagi, memantau orang-orang ini, tapi jangan bosan mereka untuk selalu berkomunikasi secara wajar tidak berlebihan.

Langkah 3. Memahami Stakeholder Kunci Anda

Pada langkah ini Anda diarahkan untuk memahami lebih dalam pemangku kepenitingan kunci yang terlibat dalam pekerjaan atau bisnis Anda. Masing-masing orang atau organisasi perlu dinilai sejauhmana respon atau reaksi terhadap proyek, dan bagaimana mereka terlibat dan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan pekerjaan Anda. Disamping itu, Anda juga perlu memahami cara terbaik untuk melibatkan mereka dalam proyek Anda serta membangun komunikasi efektif dengan mereka.

Pertanyaan kunci yang dapat membantu Anda memahami stakeholder Anda diantaranya:

  • Apa kepentingan finansial atau emosional yang mereka miliki dari hasil pekerjaan Anda? Apakah positif atau negatif?
  • Apa yang memotivasi mereka yang paling penting?
  • Informasi apa yang mereka inginkan dari Anda?
  • Bagaimana mereka ingin menerima informasi dari Anda?
  • Apa cara terbaik untuk berkomunikasi pesan Anda kepada mereka?
  • Apa pendapat mereka saat ini pekerjaan Anda? Apakah berdasarkan informasi yang baik?
  • Siapa yang mempengaruhi pendapat mereka secara umum, dan yang mempengaruhi pendapat mereka tentang Anda?
  • Jika mereka tidak mungkin untuk menjadi positif, apa yang akan dimenangkan dari mereka untuk mendukung Anda?
  • Jika Anda tidak berpikir Anda akan dapat memenangkan mereka, bagaimana Anda akan mengelola sikap oposisi mereka?
  • Siapa lagi yang mungkin dipengaruhi oleh pendapat mereka? Apakah orang-orang ini menjadi pemangku kepentingan dalam memperjuangkan hak mereka sendiri?

Cara yang cukup efektif untuk menjawab pertanyaan diatas dengan melakukan komunikasi intensif untuk berbicara secara langsung dengan pemangku kepentingan. Biasanya ketika Anda berbicara langsung, orang cenderung untuk terbuka terbuka tentang pandangan mereka, dan meminta pendapat dari masyarakat. Berkomunikasi informal seringkali merupakan langkah pertama dalam membangun sebuah hubungan yang sukses dengan para pemangku kepentingan.

Buatlah catatan penting berupa rangkuman atas pemahaman yang Anda dapatkan pada saat melakukan pemetaan pemangku kepentingan, sehingga Anda dapat dengan mudah melihat dimana para pemangku kepentingan yang akan bertindak sebagai blocker atau kritikus, dan yang cenderung pendukung. Salah satu teknik yang dapat digunakan dengan memberikan kode warna pada saat memvisualisasikan kekuatan dan repson mereka. Misalnya menampilkan pemangku kepentingan pendukungnya dengan menggunakan warna hijau, blocker dan kritikus warna merah, dan orang lain yang netral dengan warna putih.

Catatan Penting:

Memahami pemangku kepentingan sebagai salah satu pekerjaan pentinga yang Anda lakukan dalam organisasi atau bisnis akan membangun dukungan terhadap rencana dan tujuan yang telah ditetapkan. Anda akan mempengaruhi banyak orang atau pemangku kepentingan yang memiliki kekuatan dan pengaruh yang tinggi. Beberapa orang memiliki kekuatan untuk merusak proyek Anda dan posisi Anda. Orang lain mungkin menjadi pendukung kuat dari pekerjaan Anda. Oleh karena itu kemampuan berkomunikasi dan menjalin hubungan personal menjadi penting untuk Anda kuasai.

Mengelola pemangku kepentingan adalah proses dimana Anda mengidentifikasi stakeholder kunci dan memenangkan dukungan mereka. Analisis pemangku kepentingan merupakan tahap awal, di mana Anda mengidentifikasi dan mulai untuk memahami siapa saja orang-orang yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan mampu mendorong perubahan secara signiifikan.

Brainstorming bersama para pemangku kepentingan Anda untuk menggali informasi dan emenentukan prioritas mereka atas kapasitas dan kepentingan, Tahap terakhir Anda berusaha untuk mendapatkan pemahaman tentang apa yang memotivasi para pemangku kepentingan Anda dan bagaimana Anda harus menang mereka di sekitar.